Rabu, 14 Februari 2018

Banjir pemali Brebes 2018


Cerita mu ta akan habis saat pena menulis mu saat jari manis mengetik tentang mu jauh hati di tempo doeloe kau indah dan jernih tak ada sekat hati mu dan penghuni di sekeliling mu. Waktu berjalan hati mu luka saat aliran mu jadi tempat merka membuang benda tak berguna menurut mereka. Saat kau menyapa mereka hati mu terbendung. Kau setiap hari setiap detik mengalir membawa mutiara untuk sekedar mehilangkan dahaga sang pohon menyirami sawah dan ladang kau tetap bersemangat dengan kekuatanmu. Walu kanan kirimu sudah tersekat. Kau sapa ramah mereka entah apa yang kau rasa jika kau adalah aku. Terkucil dari yang kau beri mutiara, sudah waktunya kau menangis karena Tuhan menurunkan berkah air yang tak mampu kau tampung kau bendung dan kau tahan. Jahatkah engkau. Murka kah engkau. Aku kira tidak sudah sekuat jiwa kau menahan agar mereka tak menangis agar mereka tak bersedih agar mereka tak kehilangan. Tapi waku dan waktu lah yang mebuka semuanya. Kaupun terluka dan tercabik. Siapa yang akan menjahit mu? Siapa yang akan menutup luka mu. Aku yakin tangan tangan yang di murahakan Tuhan akan berdatangan mengobati luka hati mu. Dan kau akan tetap tersenyu dalam tenang mu. PEMALI KU SAYANG. PEMALIKU SAYANG. PEMALIKU SAYANG terimakasi kau tetep menjaga kami teguh sampe akhir kau terkuka pun kau tetep melindungi kami sesuai tugas yang Tuhan berikan pada mu.
Aku bangga lahir di dekat mu
Aku bangga kecil dan besar berdampingan dengan mu
Pemali ku sayang. Senyu mu kembali menjadi bukti tak ada dendam di antara kita.
Selamat menyapa warga mu
Selamat membagi mutiara mu
Aku akan tetap menatap mu
Begitu pula kau pun tetep mendampingi kami sampai kapanpun
Bahkan sampai anak cucu kami kelak
Dan sejarahmu akan tetap indah dihati ku dan hati mereka.
#himura
#masihdisini

Jumat, 02 Februari 2018

Guru Budi


*TRAGEDI GURU BUDI...*

*_Dian Andryanto_*

Tak pernah siapapun menduga Kamis kemarin, 1 Februari 2018, hari terakhir guru muda Ahmad Budi Cahyono terakhir mengajar. Berhenti untuk mengajar selama-lamanya. Berpulang ia meninggalkan duka. Pagi ini air mata masih basah di Sampang,  Madura.

Guru honorer mata pelajaran seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun,  Sampang,  Madura itu masih sangatlah muda. Masih harum berbunga pula kehidupannya, belum lama usia pernikahannya. Empat bulan buah cinta dalam kandungan istrinya.

Guru Budi mengajar seperti biasa. Meski gaji pas-pasan saja, ia terus mengabdikan dirinya. Bakti dan imbalan kadang tak sejalan, tapi ikhlas ia lakukan berharap suatu hari ia tak lagi jadi guru honorer, semua harapan untuk menafkahi keluarga barunya.

Kamis kemarin, ia mengajar di kelas XI. Pelajaran menggambar tengah dilakukan. HI, siswa itu tak peduli, ia terus mengganggu teman-temannya,  bahkan kemudian bisa tidur seenaknya dalam kelas. Guru tak lagi dihargai.

Guru Budi menegur, pipi si siswa dicoret cat air, bukannya sadar. HI merangsek Guru Budi, memukuli kepala gurunya sendiri. Pengganti orang tuanya itu tak lagi dihormati. Terus ia pukuli jika teman-temannya tak melerai.

Tak sampai di situ, pulang sekolah murid durjana itu menunggu Guru Budi dan kembali menganiaya.

Setiba di rumah,  Guru Budi merasakan sakit kepalanya, makin menjadi. Tak sadarkan diri kemudian. Keluarga membawanya ke RS Dr. Sutomo, Surabaya. Semalam, sekitar pukul 21.40, Guru Budi berpulang. Diagnosis dokter mati batang otak.

Guru Budi berpulang dipukuli muridnya sendiri. Tragedi yang tak seharusnya terjadi. Hormat murid kepada guru tak seperti dulu. Sungkan siswa kepada guru tak lagi banyak ditiru. Negeri nanti seperti tak berjiwa lagi. Guru Budi meninggal karena matinya budi pekerti generasi.

Shinta, istri Guru Budi berduka tak terkira. Anak yang baru empat bulan dikandungnya, lahir nanti tak ditunggui ayahnya. Yatim si anak pada kelahirannya.

Shinta akan mengisahkan tentang Guru Budi,  guru honorer di daerah terpencil yang meninggal dianiaya muridnya sendiri, kepada anaknya.

Kabar yang tak muncul sebanyak berita lainnya di media massa. Padahal inilah nilai dasar, ketika murid mulai tak menghargai gurunya, ketika siswa bisa memukuli guru semaunya.

*"Guru Budi itu ayahmu, Nak," kata Shinta bertahun kemudian di hadapan pusara bertuliskan Ahmad Budi Cahyono.*
Tangis terpendam.
Masa meredam.
Luka mendalam. Terdiam.

#sayabelajarhidup bersama Ursamsi Hinukartopati

💚🖤💚🖤💚🖤

_*Guru Budi (Ahmad Budi Cahyono)* adalah aktifis Lembaga Seni Mahasiswa Islam (LSMI) HMI Cabang Malang..._

*_Duka kami untukmu..._*
*_Insya Allah, engkau akan menjadi pewaris surga yg akan menjemput isteri dan anakmu kelak di pintu surga._*
*_Aamiin.!_*

Sumber : pesan WA